– Menteri Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Mayjen Seok Jong-gun siap meninjau ulang kerja sama antara Korea Selatan (Korsel) dan RI terkait pengembangan jet KF-21 Boramae. Dalam wawancara dengan JoongAng Ilbo, Seok terlihat geram dengan sikap Indonesia yang tak kunjung melakukan pembayaran.
Semula, RI kebagian membayar kontribusi senilai 1,6 triliun won atau sekitar Rp 18,9 triliun untuk pengembangan jet tempur generasi 4,5 tersebut. DAPA kemudian memberi diskon kontribusi RI menjadi 600 miliar won atau sekitar Rp 7 triliun. Itu pun belum juga dibayar oleh pemerintah RI. Kondisi itu jelas membebani keuangan pemerintah Korsel.
“Tampaknya uang kami dirampok, tapi itu tidak benar. Misalnya, jika dua orang memutuskan untuk membayar masing-masing 100 ribu won dan pergi jalan-jalan ke hotel, namun satu orang mengatakan mereka akan tidur di lantai sambil membayar 50 ribu won, hal tersebut tidak akan dianggap kerugian oleh orang yang membayar aslinya. jumlah,” kata Seok dikutip di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
“Dalam pengembangan bersama dengan Indonesia, kami menjanjikan transfer teknologi dan penyediaan prototipe sebagai imbalan atas kontribusi mereka, namun Indonesia berada dalam kondisi keuangan yang sulit, sehingga mereka hanya akan membayar 600 miliar won dan menerima (teknologi) lebih sedikit. Bagi kami, yang lebih penting adalah menyelesaikan pengembangan sistem KF-21 dengan benar pada tahun 2026, yang merupakan jadwal yang dijadwalkan,” ucap Seok menambahkan.
Dia mengakui, Korean Aerospace Industries (KAI) akan menanggung beban lebih besar, karena Indonesia mengurangi biaya untuk pengebangan jet Boramae. Meski begitu, Seok menegaskan, Korsel mungkin menghadapi kerugian dalam jangka pendek.
“Namun status Indonesia di Asean harus diperhatikan. Secara khusus, Indonesia berpartisipasi dalam pengembangan bersama dengan tujuan memproduksi 48 unit IFX (nama Indonesia untuk KF-21) secara massal. Artinya Indonesia bisa menjadi pasar ekspor IFX. Jika kita mempertimbangkan aspek-aspek strategis seperti ekspor industri pertahanan lainnya ke depan, hal itu bisa memberikan manfaat yang besar bagi kita,” ucap Seok.
Menurut Seok, transfer teknologi ke RI memang tidak berwujud, namun semua orang dapat melihat transfer prototipe Boramae. Dia juga berharap, Korsel tidak ditusuk dari belakang lagi oleh Indonesia lantaran belum membayar kewajibannya.
“Kita tidak boleh ditusuk dari belakang lagi, dan kita tidak akan ditusuk dari belakang lagi. Kita dapat menentukan tingkat respons kita dengan memantau respons pihak lain. Transfer teknologi akan dilakukan sesuai dengan bagaimana Indonesia menyikapinya,” ucap Seok yang merupakan perwira tinggi bintang dua Angkatan Darat Korsel.
Seok juga menanggapi hasil pemeriksaan polisi Korsel terhadap dua insinyur Indonesia yang diduga membocorkan program pemodelan desain 3D untuk proyek Boramae. Setelah menjalani pemeriksaan internal di DAPA, insinyur tersebut kini sudah diserahkan ke kepolisian.
Dia mengaku, tidak segan untuk menghentikan kerja sama dengan negara mitra. “Jika hasil investigasi menunjukkan bahwa telah terjadi kebocoran teknologi yang signifikan, kami akan mempertimbangkan kembali untuk bekerja sama dalam pengembangan bersama,”kata Seok.
“Kami akan terus berkoordinasi mengenai teknologi mana yang akan ditransfer ke Indonesia, namun teknologi sebenarnya baru akan ditransfer melalui konsultasi setelah pengembangan selesai pada tahun 2026. Hingga saat ini, hanya sebagian kecil dari teknologi yang telah ditransfer, dan masih pada tingkat yang belum sempurna,” kata Seok menambahkan. Republika
Baju Militer Anak Paling murah https://shope.ee/1AkMGMKChc
Baju Loreng Ala Militer keren https://shope.ee/4V0oF0TRSK